Pada hari Senin (01/02), Thailand mengungkapkan adanya pengiriman senjata yang misterius dari Korea Utara pada tanggal 12 Desember yang lalu.
Saat itu, pemerintah Thailand menangkap sebuah pesawat Korea Utara yang sedang mendarat untuk mengisi bahan bakar. Pesawat itu adalah pesawat kargo Ilyushin II-76 yang terbang dari Pyongyang dengan lima orang awak. Pemerintah Thailand menemukan adanya senjata seberat 35 ton di dalam pesawat.
Korea Utara adalah negara yang miskin dan mengandalkan ekspor senjata demi pendapatannya. Korea Utara diperkirakan memperoleh ratusan juta dollar setiap tahun dari penjualan misil, onderdil misil, dan senjata-senjata lain ke negara-negara seperti Iran, Suriah, dan Myanmar. Pada bulan Juni lalu, PBB memberlakukan sanksi kepada Korea Utara setelah negara tersebut mengadakan uji coba nuklir dan misil. Negara tersebut dilarang mengekspor senjata apa pun. Dengan demikian, penerbangan pesawat dari Korea Utara dengan kargo berisi senjata yang akan diirimkan ke suatu negara merupakan sebuah tindak pelanggaran terhadap sanksi PBB.
Maka, pemerintah Thailand segera menindaklanjuti penemuannya dengan memberi laporan kepada Dewan Keamanan PBB. Laporan tersebut bocor, sampai ke telinga para wartawan di New York pada akhir minggu lalu.
Gosip pun berkembang. Tersiar kabar bahwa pesawat Korea Utara tersebut bermaksud untuk terbang ke bandara Mahrabad, Teheran. Namun, menurut juru bicara pemerintah Thailand, Panitan Wattanayarkorn, "Mengatakan bahwa senjata itu akan diterbangkan ke Iran mungkin adalah hal yang tidak tepat." "Laporan itu hanya mengatakan ke mana pesawat itu akan pergi sesuai dengan rencana terbangnya, namun tidak dijelaskan kemana senjata itu akan diantar," kata Wattanayarkorn pada hari Senin. "Hal itu masih dalam penyelidikan, dan para tersangka berada dalam sistem hukum kami," lanjutnya.
Saat ini, pemerintah Thailand masih menahan lima awak pesawat Ilyushin II-76. Empat orang awak tersebut berasal dari Kazakhstan dan satu orang awak berasal dari Belarus. Mereka dikenai tuduhan memiliki senjata ilegal. Namun, tuduhan itu dapat dicabut setelah penyelidikan membuahkan hasil, kata pihak kepolisian.
Menurut laporan, senjata yang diangkut oleh pesawat Korea Utara tersebut hanyalah senjata ringan, misalnya granat. Jelas, itu bukan jenis senjata cangih yang diidamkan oleh negara seperti Iran. Sejak awal, terdapat spekulasi bahwa senjata itu akan dikirimkan kepada kelompok Timur-Tengah yang didukung oleh Teheran.
Terkait dengan penangkapan pesawat Ilyushin II-76 oleh pemerintah Thailand pada 12 Desember yang lalu, Associated Press mengadakan penyelidikan di sejumlah negara. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa penerbangan pesawat tersebut difasilitasi oleh sebuah web perusahaan persekutuan (holding companies) dan sejumlah alamat palsu, mulai dari Selandia baru hinga Barcelona. Semua itu ditujukan untuk mengaburkan kemana sebenarnya tujuan pesawat tersebut. Pilot utama pesawat Ilyushin II-76 bersikeras bahwa tujuan utama pesawat adalah Kiev, Ukraina.
"Saya tak pernah mengatakan atau memberi konfirmasi bahwa pesawat itu akan terbang ke Iran. Saya hanya tahu bahwa pesawat itu akan terbang menuju Ukraina dan kargo akan diturunkan di situ. Itulah informasi yang saya miliki," kata pengacara yang ditunjuk untuk mewakili awak pesawat, Somsak Saithong, kepada Associated Press pada hari Senin.
Pada hari Senin itu pula, ketika Thailand masih dibingungkan oleh misteri senjata dari Korea Utara, Korea Utara malah dalam keadaan adem-ayem. Korea Utara sedang menerima tamu dari Korea Selatan.
Para pejabat dari Korea Utara dan Korea Selatan mengadakan pertemuan guna membahas pengembangan kompleks industri. Ini tentu saja merupakan sebuah perkembangan yang menggembirakan, mengingat. Korea Utara dan Korea Selatan memiliki sejarah konflik yang panjang. Sehubungan dengan perbedaan ideologi, kedua negara pernah berperang pada 1950-1953. Peperangan berakhir pada 1953 bukan karena keduanya mencapai kesepakatan damai, namun semata-mata karena kedua negara sepakat menurunkan senjata saja. Sejak saat itu, kedua Korea tetap berada dalam posisi seteru. Minggu lalu, sempat terjadi konflik di perbatasan perairan kedua negara. Untungnya, tak ada korban jiwa atau kerusakan dalam insiden tersebut.
Pertemuan antara delegasi Korea Selatan dan Korea Utara pada hari Senin (01/02) berlangsung di Kaesong, sebuah kota di perbatasan kedua negara. Kompleks industri Kaesong adalah sebuah proyek rekonsiliasi antara kedua Korea yang telah berjalan cukup lancar, meskipun sekali-kali ketegangan politik mencuat di antara kedua negara. Kompleks tersebut berisi sekitar 110 pabrik Korea Selatan dan mempekerjakan sekitar 40.000 warga Korea Utara. Kompleks industri Kaesong merupakan perpaduan asset kedua negara: tenaga kerja murah dari Korea Utara dan modal beserta ketrampilan dari Korea Selatan. Tidak seperti industri Korea Utara yang melulu mengandalkan produksi senjata, Kaesong menghasilkan peralatan dapur, tekstil, elektronika, dan barang-barang industri ringan lainnya.
Dalam pertemuan pada hari Senin, delegasi Korea Utara mencetuskan perihal peningkatan upah. Tahun lalu, Korea Utara meminta Korea Selatan untuk meningkatkan upah bagi pekerja dari Korea Utara, dari 75 dolar per bulan menjadi 300 dollar per bulan. Namun, kali ini, pihak Korea Utara tidak menyebut besar peningkatan upah secara spesifik. Sementara, pihak Korea Selatan menginginkan agar pembicaraan lebih terfokus pada masalah akses lintas batas antar kedua negara. Koera Selatan juga menginginkan fokus pada perihal perumahan bagi pekerja Korea Selatan di kompleks industri Kaesong.
http://www.suaramedia.com/berita-dunia/asia/16712-berlanjutnya-misteri-pengiriman-senjata-korea-utara-.html
Diposting oleh bertahan di 11.18
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar